Perjalanan jenjang pendidikan
yang saya tempuh sepanjang 22 tahun ini, dimulai dari TK-Methodist
pematangsiantar, SD-Methodist pematangsiantar, SMP-Methodist pematangsiantar,
SMA- Methodist pematangsiantar selama ± 12 tahun ditambah perguruan tinggi yang
sudah saya tempu ± 5 tahun memiliki pola yang berbeda. Pola disini mungkin
dapat dibedakan dari interaksi guru dan siswa dibandingkan dengan interaksi
dosen dengan mahasiswa.
Hal diatas berkaitan dengan
istilah Paedagogi dan Andragogi. Kenapa ?
Paedagogi mengarahkan pada proses
pembelajaran yg terpusat pada guru atau pengajar. Andragogi mengajar orang
dewasa, proses pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Nah, jika
dihubungkan dengan usia perkembangan dalam buku papalia bahwa usia anak TK- SMA
dari kanak-kanak awal sampai remaja dapat dikategorikan dalam paedagogi
sedangkan pendidikan di universitar sudah dapat dikatakan andragogi karena
mahasiwa sudah pada tahap perkembangan dewasa awal.
Pembelajaran paedagogi hanya
menekankan pada peserta didik yang diarahkan oleh guru. Saya masi ingat masa
sekolah saya dulu, guru yang paling banyak perannya di dalam kelas. Guru yang
menjelaskan pelajaran, murid hanya duduk diam manis mendengarkan penjelasan
dari guru dan hanya bertanya jika di suruh bertanya. Setelah kelas selesai
jarang melihat murid yang dengan sendirinya mencari bahan untuk materi
pelajaran. Kebanyakan hanya sibuk dengan permainan dengan teman. Murid yang
belajar pun hanya kelihatan ketika ujian sudah dekat. Hal tersebut terlihat
wajar karena anak-anak belum memiliki konsep diri untuk berkembang dan juga
anak-anak belum memiliki pengalaman untuk sumber belajar.
Di jenjang universitas, sudah banyak perubahan yang tejadi. Mahasiswa sebagai individu dewasa harus dapat mandiri dan bertanggung jawab atas apa yang akan dicapai olehnya. Di universitas, pembelajaran yang lebih ditekankan adalah andragogi. Bahwa mahasiswa sudah memiliki pengalaman yang banyak dan penting untuk dijadikan sumber belajar. Presentasi oleh mahasiswa, tugas-tugas yang membutuhkan kreatifitas, kegiatan organisasi, bahkan pencarian bahan kuliah harus dilakukan oleh mahasiswa. Meskipun dosen tetap memberikan materi untuk dijelaskan pada mahasiswa. Namun, mahasiwa harus dapat belajar sendiri dan bersikap kritis terhadap suatu bahan bacaan. Mahasiwa juga sudah memiliki keiinginan untuk segera mengaplikasikan pengetahuan yang dipelajari. Oleh karena itu, pembelajaran andragogi sangat cocok diterapkan pada orang dewasa.
Di kampus psikologi, sudah jelas terlihat pembelajaran andragogi, dimulai dari tugas-tugas yang meminta kreatifitas mahasiswa, presentasi yang harus dilakukan setiap mata kuliah, kegiatan-kegiatan lain seperti pengurusan PEMA yang membutuhkan inisiatif mahasiswa untuk mengeluarkan ide demi kemajuan kampus, atau banyak hal yang dapat dijadikan contoh lainnya. Mahasiwa didukung oleh dosen. Dengan memberikan sedikit stimulus kepada mahasiswa, dosen telah memacu mahasiswa untuk tetap aktif dalam proses pembelajaran.
Proses dalam pembelajaran andragogi menuntut banyak kerja keras dari peserata didik. Mahasiswa akan semakin matang dengan perjalanan waktu, kesiapan belajar bukan karena kebutuhan atau pakjsaan akademik tetapi lebih dituntu karena perubahan tugas dan peranan sosial. mungkin pada anak-anak karena adanya tuntutan mendapatkan nilai yang bagus. Tapi pada mahasiwa jauh lebih dari pada sebuah nilai. Mahasiwa akan menghadapi peranya sebagai pekerja, orangtua, atau pemimpin yang jauh membutuhkan tanggung jawab terhadap diri sendiri kepada lingkungannya.
"Anak-anak seperti gelas kosong yang masi minim akan pengetahuan, sedangkan orang dewasa dianggap sudah berisi dengan pengetahuan, pengalaman, dll yang dapat digunakan sebagai interaksi dengan lingkungan. " Begitulah Paedagogi dan Andragogi dalam pendidikan.
Sumber :
diakses dari :
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_LUAR_SEKOLAH/196111091987031-MUSTOFA_KAMIL/Bhaan_kuliah/STRATEGI_PEMBELAJARAN_ORANG_DEWASA.pdf
No comments:
Post a Comment